ditulis oleh Adhe Mirza Hakim
Cinderella in Paris (Resensi)
Yesterday at 9:53pm
Kesan pertama memegang buku ini, cukup menarik mata, tampilan covernya yang romantis melukiskan gerbang Arc du Triomphe di waktu malam dengan kilatan lampu jalan dan mobil menebarkan warna ke emasan dan langit malam yang bewarna jingga, sungguh sangat romantis!
Saat aku buka lembaran kertasnya, ternyata fine quality, ini yang aku suka, kertas yang awet, dengan harga Rp. 50.000,- sangat sepadan. Menbaca endorsement novel ini langsung membuatku tersenyum…soalnya ada 2 nama yang sudah aku kenal didalamnya, hehe….
Membaca novel ini dari Bab 1 sampai Bab 17 benar-benar mengasyikkan, kita seperti ikut terlibat didalam perjalanan hidup tokoh Saras Ratiban. Satu hal yang dapat kunilai dalam novel ini, kejujuran dari penulis dalam mengisahkan alur kehidupan dari seorang Saras Ratiban. Kejujuran yang mendatangkan simpati, tetapi tidak untuk dikasihani. Tokoh Saras Ratiban mencerminkan karakter yang kuat dari seorang wanita karir yang masih lajang, yang berusaha kuat untuk meraih cinta sejatinya.
Jika dibanding dengan pendidikan dan karirnya, kisah cinta Saras tidak berbanding sama lurusnya. Kisah cinta yang berliku dan melalui waktu dan perjuangan perasaan yang campur aduk rasa nano nano, membuat pembaca terbawa hanyut dalam perasaan mengharu biru. Bagaimana rasanya menjumpai ‘Frenemy’ (Friend ‘n Enemy, I like this idiom, really!) yang begitu dekat dengannya, lalu laki-laki yang selalu memberi ‘harapan’ tetapi akhirnya menghilang atau mengecewakan, ditemui Saras sejak masa kuliah di Bandung sampai kehidupan berkarirnya. Periode masa kuliah antara tahun 1994 – 1998, dianggap Saras sebagai periode yang indah, dimana kehidupan sebagai mahasiswa tidaklah serumit kehidupan wanita dewasa, yang mulai dituntut untuk memikirkan jodoh pendampingnya.
Kepiawaian penulis dalam mendeskripsikan sosok Saras yang ceria, optimis dan ambisius, melengkapi kekuatan tokoh Saras dalam menjalani hidup yang penuh dengan cobaan, dari masalah pekerjaan, frenemy, jodoh yang tak kunjung tiba sampai obsesi untuk meraih beasiswa yang belum terjangkau. Semuanya berujung ke niat ingin bunuh diri, hehehe….pada Bab ke 14 yang bertitle ‘Hantu Ci Vivi’, aku dibuat tertawa terbahak-bahak, bener-bener membayangkan Saras yang konyol dan lucu. Pembaca dibuat tertawa, jengkel saat membaca bagian tentang frenemy dan saat para lelaki yang sukanya memberi harapan dan tebar pesona saja dari Perancis sampai Melbourne. Lalu diakhiri dengan rasa haru karena bahagia dimana Saras akhirnya menemukan ‘Jantung Hatinya’ yang telah disiapkan oleh Yang Maha Kuasa pada waktu dan tempat yang indah di ‘Parc de Sceaux’ Paris, tres joli…ma cherie!
Perjalanan ala backpackers di benua Eropa dan Australia, memberikan setting yang indah tentang tempat dan suasana yang ditemui Saras, sungguh membuat kita terbujuk untuk pergi ke sana juga. Kisah ini dilengkapi dengan tokoh-tokoh pendamping yang cukup banyak yang memberi nuansa tersendiri dari tiap Bab yang dibaca. Akhir kata kisah ini berakhir ‘Happy Ending’…..seperti kisah dongeng Cinderella yang akhirnya berjumpa kembali dengan Pangeran Pujaan hatinya, setelah tepisah oleh ruang dan waktu selama 5 tahun.
Kalau mau lebih jelas….beli bukunya yaaa….jangan minjem!
Buat penulis…ditunggu novel-novel manis lainnya….semanis senyum HRD Saras Ratiban! hehehe…….